Selasa, 24 Februari 2015

Contoh Proposal Skripsi Pengembangan BAB II dan III



BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Media Pembelajaran
Pengertian Media Pembelajaran
Media merupakan alat yang dapat menyampaikan pesan, dan juga dapat merangsang pola pikir para peserta didik sehingga dapat tercipta proses belajar dalam diri peserta didik. Heinich, Molenda, Russel (1996: 8) mengatakan bahwa media adalah saluran komunikasi termasuk film, telivisi, diagram, materi tercetak, komputer, dan instruktur. Sedangkan Gagne dalam sadiman (1995: 6) media adalah berbagai jenis komponen dan lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.
Dalam kegiatannya menyampaikan materi pembelajaran, guru dituntut untuk terampil dan menguasai dalam mengoprasikaan dan menggunakan alat bantu yang cocok digunakan. Sehingga dapat mencapai target ataupun tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Menurut Munadi (2008: 9) dalam bukunya menyatakan bahwa media pembelajaran adalah sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta llingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.
Sehingga media bisa dikatakan sebagai alat yang dapat membantu guru untuk merebut perhatian siswa ke dalam materi yang dipaparkan di depan kelas. Media juga merupakan suatu alat yang dapat memotivasi siswa dalam proses pembelajaran dikelas dan menumbuhkan minat siswa terhadap kegiatan belajar mengajar.

Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Media pembelajaran merupakan seperangkat alat atau sarana yang dapat menimbulkan rangsangan terhadap siswa agar tercipta suatu proses belajar dalam dirinya, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan hasil belajar siswa dan proses pembelajaran di kelas. Hal ini didukung dengan penjelasan dari Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2005: 2), bahwa “Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya.”

Fungsi Media Pembelajaran sebagai Sumber Belajar
Untuk memudahkan interaksi antara guru dengan siswa, dibutuhkan sebuah media yang mendukung dan relevan untuk memberikan informasi atau materi yang sesuai secara optimal.
Fungsi Semantik
Dalam bukunya Munadi (2013:39) menyatakan bahwa “Fungsi semantik yakni kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak didik (tidak verbalistik)”. Dengan kata lain fungsi semantik yakni fungsi yang ada dan melekat pada media untuk memberikan suatu ilmu pengetahuan baru yang dapat dipahami secara mudah dan jelas oleh peserta didik.
Fungsi Manipulatif
Fungsi manupulatif merupakan suatu kelebihan media pembelajaran yang dapat menampilkan serta menghadirkan sebuah kejadian ataupun peristiwa lampau sesuai dengan kondisi dan situasi kejadian. Sesuai dengan pernyataan Asyhar (2012:32) bahwa “Fungsi manipulatif adalah kemampuan media dalam menampilkan kembal suatu benda/peristiwa dengan cara, sesuai kondisi, situasi, tujuan dan sasarannya”
Fungsi Psikologis
Fungsi Atensi
Munadi (2013:43) menyatakan “Media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian (Attention) siswa terhadap materi ajar”. Oleh karena itu, media pemelajaran harus dapat memiliki kemampuan untuk menarik perhatian siswa, dan memfokuskan perhatian siswa terhadap inti dari media pembelajaran.
Fungsi Afektif
Munadi (2013:44) menyatakan bahwa “Fungsi afektif, yakni menggugah perasaan, emosi, dan tingkat penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu”. Dengan adanya media pembelajaran, dapat menstimulus siswa untuk kesediaannya menerima materi pembelajaran, sehingga perhatiaannya akan fokus kepada pelajaran yang diterimanya.
Fungsi Kognitif
Siswa yang belajar melalui media pembelajaran akan memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili objek-objek yang dihadapi, baik objek itu berupa orang, benda atau kejadian/peristiwa. Objek-objek ini direpresentasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalaui tanggapan atau gagasan yang dalam psikologi semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental (Winkel dalam Munadi, 2013:45).
Fungsi Imajinatif
Media pembelajaran memiliki fungsi imajinatif yang dapat menstimulus siswa untuk mengembangkan dan meningkatkan imajinasi pembelajaran dalam pikirannya.
Fungsi Motivasi
Munadi (2013:47) dalam bukunya menytakan “Guru dapat memotivasi siswanya dengan cara membangkitkan minat balajarnya dan dengan cara memberikan dan menimbulkan harapan”. Dengan bantuan media pembelajaran, diharapkan guru dapat memberikan motivasi kepada peserta didik melalui tampilan media pembelajaran yang menarik, dan juga melibatkan siswa dalam proses pembelajaran secara aktif.
Fungsi Sosio-Kultural
Asyhar (2012:40) menjelaskan bahwa Penggunaan media dalam pembelajaran dapat mengatasi hambatan sosio-kultural antar peserta didik. Peserta didik dalam jumlah yang cukup besar, dengan adat, kebiasaan, lingkungan dan pengalaman yang berbeda-beda sangat mungkin memiliki persepsi dan pemahaman yang tidak sama tentang suatu topik pembelajaran.

Manfaat yang didapat dari adanya penggunaan media pembelajaran antara lain :
Menciptakan atmosfer pembelajaran yang baru.
Memberikan pengalaman belajar yang menarik dan mengesankan.
Mendorong siswa untuk menjadi aktif sehingga dapat menciptakan proses belajar yang kondusif dan meningkatkan hasil belajar.
Memberikan variasi dalam proses belajar mengajar.
Pembelajaran dapat direncakan secara mantap karena meningkatnya kemampuan manusia dalam memanfaatkan media komunikasi, informasi, dan data secara lebih konkrit dan rasional.
Mengatasi terbatasnya ruang, waktu, daya indera, dan tenaga.

Karakteristik Media
Tiap-tiap media mempunyai karakteristik yang perlu dipahami oleh pemakainya. Dalam memilih media, para tenaga pendidik perlu memperhatikan tiga hal, yaitu:
Kejelasan maksud dan tujuan pemilihan tersebut.
Sifat dan ciri-ciri media yang akan dipilih.
Adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan karena pemilihan media pada dasarnya adalah proses pengambilan keputusan akan adanya alternatif-alternatif pemecahan yang dituntut oleh tujuan.

Klasifikasi dan Macam-macam Media Pembelajaran
Azhar Arsyad (2006: 29) mengelompokkan media pembelajaran berdasarkan perkembangan teknologi menjadi empat kelas, yaitu:
Media hasil teknologi cetak.
Media hasil teknologi audio visual.
Media hasil teknologi yang berdasarkan komputer.
Media hasil gabungan teknologi dan cetak.
Leshin, dkk (1992) menggolongkan media pembelajaran menjadi lima bagian yaitu :
Media berbasis manusia (guru, instruktur, tutor, main peran, kegiatan kelas dan lain-lain).
Media berbasis cetakan (buku, penuntun, buku kerja atau latihan, dan lembaran lepas).
Media berbasis visual (buku, charts, grafik, peta, figur/gambar, transparansi, film bingkai atau slide).
Media berbasis audio-visual (video, film, slide bersama tape, televisi).
Media berbasis komputer (pengajaran dengan bantuan komputer dan video interaktif).

Game Edukasi
Pengertian Game
Sejarah game pertama diperkenalkan oleh sekelompok ahli Matematika pada tahun 1944. Teori itu dikemukakan oleh John von Neumann dan Oskar Morgenstern yang berisi :
“Permainan game terdiri atas sekumpulan peraturan yang membangun situasi bersaing dari dia sampai beberapa orang atau kelompok dengan memilih strategi yang dibangun untuk memaksimalkan kemenangan sendiri ataupun untuk meminimalkan kemenangan lawan. Peraturan-peraturan menentukan kemungkinan tindakan untuk setiap pemain, sejumlah keterangan diterima setiap pemain sebagai kemajuan bermain, dan sejumlah kemenangan atau kekalahan dalam berbagai situasi.”
Agustinus Nilwan dalam bukunya mengatakan bahwa game merupakan permainan komputer yag dibuat dengan teknik dan metode animasi. Jika ingin mendalami penggunaan animasi haruslah memahami pembautan game. Atau jika ingin membuat game, maka haruslah memahami teknik dan metode animasi, sebab keduanya saling berkaitan.
Secara umum game memiliki karakteristik yang menyenangkan, memotivasi, serta membuat kecanduan sehingga selalu menarik minant banyak orang. Game merupakan sebuah alat permainan yang dipadukan dengan komputer, handphone ataupun konsol. Namun secara isi konten, saat ini game terlalu identik dengan permainan yang hanya mengedepankan kesenangan semata dan hanya digunakan sebagai sara penghibur saja. Sedangkan game yang berisi konten yang berkaitan dengan pendidikan untuk saat ini masih sangat kurang dalam masyarakat. Menurut Buckingham dan Scalon (2012) sebenarnya tanpa disadari game dapat mengajarkan banyak keterampilan dan game dapat dijadikan sebagai alternatif pendidikan. Game juga dapat diperhitungkan sebagai pertimbangan dalam dunia pendidikan, sebagaimana pernyataan Foreman (2009) bahwa game merupakan potential learning environment.

Elemen Dasar Game
Menurut Teresa Dillon (futuralabcom, 2005) elemen-elemen dasar sebuah game adalah:
Game Rule
Game Rule merupakan aturan perintah, cara menjalankan, fungsi objek dan karekter di dunia permainan Dunia Game. Dunia Game bisa berupa pulau, dunia khayal, dan tempat-tempat lain yang sejenis yang dipakai sebagai setting tampat dalam permainan game.
Plot
Plot biasanya berisi informasi tentang hal-hal yang akan dilakukan oleh player dalam game dan secara detail , perintah tentang hal yang harus dicapai dalam game.
Theme
Di dalam biasanya ada pesan moral yang akan disampaikan.
Character
Pemain sebagai karakter utama maupun karakter yang lain yang memiliki ciri dan sifat tertentu.
Object
Merupakan sebuah hal yang penting dan biasanya digunakan pemain untuk memecahkan masalah, adakalanya pemain harus punya keahlian dan pengetahuan untuk bisa memainkannya.
Text, grafik dan sound
Game biasanya merupakan kombinasi dari media teks, grafik maupun suara, walaupun tidak harus semuanya ada dalam permainan game.
Animation
Animasi ini selalu melekat pada dunia game, khususnya untuk gerakan karakter-karakter yang ada dalam game, properti dari objek.
User Interface
Merupakan fitur-fitur yang mengkomunikasikan user dengan game.

Mengenai komponen game, Sadiman (2008: 76) mengungkapkan empat komponen utama permainan yaitu:
Adanya pemain (para pemain),
Adanya lingkungan di mana para pemain berinteraksi,
Adanya aturan main,
Adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai.

Game Edukasi
Game edukasi merupakan game yang bermuatan pendidikan dan bertujuan untuk memancing minat belajar peserta didik dengan menggunakan metode belajar sambil bermain agar dapat memahami materi pelajaran dengan mudah. Sebanarnya dalam konteks permainan game ini lebih mengacu kepada tujuan yang akan dicapai dari permainan game ini tersebut, bukan dari jenis atau aliran game tersebut.
Menurut Randel (1991), game sangat berpotensi untuk menumbuhkan kembali motivasi belajar anak yang mengalami penurunan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rendel pada tahun 1991 tercata bahwa pemakaian game sangat bermanfaat pada materi-materi yang berhubungan dengan matematika, fisika dan kemampuan berbahasa (seperti studi sosial, biologi dan logika).

Prinsip Game Edukasi
Menurut Foreman (2004: 53-54) beberapa prinsip yang harus diterapkan dalam aplikasi sebuah game edukasi adalah:
Individualization
Materi pembelajaran (pengetahuan) dibuat sesuai dengan kebutuhan individual dari pembelajar, sedangkan game mengadopsi level individual dari pemain.
Feedback Active
Adanya feedback yang sesuai dengan cepat untuk memperbaiki pembelajaran dan mengurangi ketidaktahuan pembelajar terhadap materi yang disampaikan, sedangkan game menyediakan feedback dengan cepat dan konstektual.
Active Learning
Adanya kecenderungan untuk menyertakan pelajar secara aktif dalam menciptakan penemuan dan pengetahuan baru yang membangun, sedangkan gamen menyediakan suatu lingkungan yang membantu terjadinya penemuan baru tersebut.
Motivation
Pelajar termotivasi dengan reward yang diberikan dalam aktivitas permainan, sedangkan game melibatkan pengguna berjam-jam untuk mencapai tujuan.
Social
Pengetahuan merupakan suatu proses partisipasi sosial, sedangkan game dapat dimainkan dengan orang lain (seperti game multiplayer) atau melibatkan komunitas dari pencinta game yang sama.
Scaffolding
Pelajar secara berangsur-angsur ditantang dengan tingkat kesulitan yang makin tinggi dan dapat melangkah lebih maju untuk mencapai kemenangan dari permainan, sedangkan game dibangun secara multi level yang lebih tinggi sampai dia mampu menyelesaikan permainan di level yang ada.
Transfer
Pelajar mengembangkan kemampuan untuk mentransfer pengetahuan dari satu orang ke orang lain, sedangkan game mengijinkan pemain utnuk mentransfer informasi dari satu konteks ke konteks yang lain.
Assessment
Setiap individu mempunyai kesempatan untuk menilai pelajaran mereka sendiri atau membanfingkannya dengan orang lain.

Dampak Game Edukasi
Penggunaan permainan pada pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu. Smaldino (2000: 30-31) menjelaskan kekuatan dan kelamahan permainan dalam pembelajaran sebagai berikut:
Permainan menyediakan kerangka yang menarik untuk kegiatan pembelajaran. Permainan menarik karena dalam permainan terdapat unsur-unsur yang diselipkan didalamnya kesenangan. Permainan pun tak mengenal usia, baik itu anak-anak, muda bahkan tua sekalipun, bisa mendapatkan kesenangan dalam permainan, dan khusus untuk permainan dalam pembelajran bisa didapatkan pula pengetahuan didalamnya.
Permainan memberikan sesuatu yang baru dibandingkan dengan rutin kelas yang biasa. Permainan bisa membangkitkan minat dan ketertarikan dalam pembelajaran dengan sesuatu hal yang baru.
Suasana yang santai dan menyenangkan yang diberikan oleh permaianan bisa sangat membantu bagi mereka (seperti yang mengalami kesulitan dalam menerima pembelajran) yang menghindari pembelajaran yang terstuktur.
Permainan bisa menjaga pembelajar agar bisa tetap tertarik pada tugas yang diulang-ulang. Materi yang disampaikan dengan metode lain bisa memungkinkan akan membosankan, dengan permainan dimungkinkan akan menjadi menyenangkan.

Beberapa poin manfaat game juga dikemukakan pada forum Computer Assisted Investing Interest Group (SIG CAI) (uad.ac.id, 2009) adalah sebagai berikut:
a. Jenis game yang menuntut strategi penyelesaian masalah dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak.
b. Laik-laki dan perempuan yang dilatih bermain video game selama 1 (satu) bulan menunjukkan peningkatan pada tes ingatan, dan kemampuan melakukan berbagai tugas (multi-task).
c. Video game dapat membuat pemainnya mempertajam cara pikir mereka.
d. Menuntut anak lebih kreatif.
e. Menuntut anak untuk belajar mengambil keputusan dari segala tindakan yang dilakukan.
f. Membangun semangat kerja sama atu teamwork ketika dimainkan dengan gamers lainnya secara multiplayer.
g. Mengembangkan kemampuan dalam membaca, matematika, dan memecahkan masalah atau tugas. membuat anak-anak merasa nyaman dan familiar dengan teknologi terutama anak perempuan, yang tidak menggunakan teknologi sesering anak laki-laki.
h. Melatih koordinasi antara mata dan tangan, serta skill motorik.
i.  Meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri anak saat mereka mampu menguasai permainan.

Poin-poin tersebut merupakan manfaat game untuk pengembangan aspek kognitif. Dimana aspek kognitif merupakan salah satu aspek yang menjadi unsur kemampuan pada proses pembelajaran. Sedangkan, kelemahan atau keterbatasan dari permainan dalam pembelajaran sebagai berikut:
a. Kompetisi dalam permainan bisa menjadi kontra produktif untuk pembelajar yang kurang berminat dalam berkompetisi atau yang lemah dalam pemahaman materi
Tanpa pengawasan dan manajemen yang baik, maka pembelajar akan larut dalam kesenangan bermain dan gagal utnuk mencapai tujuan pembelajaran yang sebenarnya.
b. Berkaitan dengan pembelajaran berarti perminan yang dibuat harus tetap dalam konteks pembelajaran dengan memberikan praktek atau materi kecakapan akademis, berarti permainan harus didesain sedemikian rupa sehingga tujuan dari pembelajaran sebenarnya bisa tercapai.
c. Dari pembahasan diatas, dapat ditarik simpulan bahwa game edukasi memiliki karakteristik yang berbeda dengan game-game atau perminan yang lainnya, dan juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Sehigga dapat menjadi pertimbangan sebagai gambaran umum sebelum melakukan pengembangan media pembelajarn berbasis game edukasi.

Motivasi Belajar
Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi pembelajaran adalah daya penggerak dari dalam diri individu untuk melakukan kegiatan belajar untuk menambah pengetahuan dan keterampilan (Iskandar, 2009:181). Dapat diartikan bahwa motivasi merupakan sebuah tindakan dari dalam diri individu untuk mempelajari dan memahami pengetahuan yang baru untuk menambah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Motivasi dipengaruhi oleh stimulus (interaksi) yang diberikan kepada individu dalam suatu situasi dan kondisi tertentu. Dengan adanya motivasi ini dapat memberikan dorongan kepada seorang individu (peserta didik) dalam menghadapi suatu situasi dan kondisi.

Fungsi Motivasi dalam Belajar
Menurut Sardiman (2011:85) fungi motivasi adalah:
Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuanya.
Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. 

Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Dimyati dan Mudjiono (2006:3) mengatakan bahwa “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses proses belajar.”
Suprijono (2009:5) dalam Thobroni juga menyatakan bahwa “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi saja. Namun, meliputi segala aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar juga merupakan representasi dari pemahaman belajar siswa selama mengikuti proses belajar.

Mata Pelajaran Penataan Produk
Mata pelajaran di SMK secara umum dikelompokkan kedalam beberap kelompok seperti produktif, normatif dan adaptif. Mata pelajaran produktif merupakan mata pelajaran khusus yang akan diberikan kepada siswa dan wajib untuk diikuti karena merupakan salah satu persyaratan yang harus dimiliki oleh siswa. Mata pelajaran produktif pada Program Keahlian Pemasaran adalah Tata Niaga. Sedangkan mata pelajaran normatif dan adaptif merupakan mata pelajaran yang diberikan kepada siswa sebagai penunjang kemampuan khusus yang akan diterimanya.



















BAB III
METODE PENGEMBANGAN

Model Pengembangan
Model pengembangan merupakan cara yang digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji suatu produk berdasarkan prosedur yang sistematis, sehingga produk yang dihasilkan memiliki nilai ilmiah yang tinggi dan dapat dipercaya. Model pengembangan media pembelajaran berbasis game edukasi yang digunakan diadaptasi dari model penelitian dan pengembangan Borg & Gall. Borg & Gall (1997: 624) menyatakan “Educational research and development (R&D) is a process used to develop and validate educational products.” Sedangkan menurut sumber lain, metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2009: 297). Namun karena keterbatasan waktu dan biaya, maka model Borg & Gall tersebut dimodifikasi sesuai dengan pengembangan yang akan dilakukan. Rancangan model pengembangan yang akan digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar berikut ini:


Prosedur Pengembangan
Pengumpulan Data Awal
Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti dalam proses pengembangan adalah mengumpulkan data awal yang dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk. Langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data dengan melakukan observasi lapangan, dari hasil pengamatan awal saat peneliti melakukan observasi lapangan di SMK Negeri 1 Malang, pembelajaran masih sangat monoton dan guru menjadi pusat dari pembelajaran. Selain itu praktek display produk juga kadang terkendala oleh ruang dan waktu, seperti guru yang tidak bisa hadir sehingga membuat prakteknya ditunda. Juga pada saat guru menjelaskan tentang materi display produk di depan kelas, banyak siswa yang tidak dapat memahami materi pelajaran. Oleh karena itu dibutuhkan media pembelajaran yang memadai untuk menopang kebutuhan siswa.
Dari hasil observasi juga didapatkan data bahwa sebagian besar siswa kelas XI Pemasaran SMK Negeri 1 Malang menghabiskan waktu kosongnya untuk bermain game, baik di rumah maupun di sekolah pada jam istirahat. Sehingga diharapkan dengan adanya media pembelajaran yang berbasis game edukasi pada mata pelajaran Display Produk dapat membuat siswa lebih termotivasi dan dapat belajar secara mandiri tentang materi Display Produk.

Pengembangan Produk
Dalam proses pengembangan produk perlu adanya desain, proses desain pengembangan software pembelajaran meliputi dua aspek desain, yaitu aspek model ID (Instructional Design) dan aspek isi pengajaran yang akan diberikan (Munir, 2998: 197). Dalam pembuatan produk media pembelajaran berbasis game edukasi ini menggunakan program Game Maker. Proses perancangan dalam pengembangan media pembelajaran berbasis game edukasi ini meliputi pembuatan:

Tujuan
Perlu dibuat tujuan yang jelas atas pengembangan media pembelajaran berbasis game edukasi sehingga pengembangan media yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan hasil akhir yang akan dicapai oleh peserta didik.
Isi/kurikulum
Dalam penelitian ini perlu dikaji tentang kompetensi dasar apa saja yang akan termuat dalam media pembelajaran berbasis game edukasi yang dikembangkan.
Membuat Storyboard
Storyboard merupakan gambaran sketsa desain tampilan yang akan dibuat pada media serta fungsi-fungsi di dalamnya. Storydoard merupakan gambaran ide dari aplikasi atau media pembelajaran yang akan dihasilkan
Membuat Interface
Interface dalam hal ini adalah antar muka atau tampilan media pembelajaran berbasis game edukasi yang dikembangkan. Interface ini berguna untuk menghubungkan pengguna dengan sistem operasi sehingga game edukasi dapat digunakan.
Uji Validitas
Uji validitas adalah salah satu proses pengembangan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan media sebelum tahap uji coba. Validasi dilakukan oleh ahli materi dan ahli media dengan menggunakan angket.
Revisi Produk
Tahapan ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan desain media pembelajaran berbasis game edukasi yang valid. Revisi dilakukan bilamana desain belum mencapai tingkatan valid. Pihak yang berperan penting dalam hal ini adalah ahli materi dan ahli media yang menentukan apakah desain perlu diperbaiki lagi atau sudah dianggap sesuai.
Uji Coba Produk
Setelah produk dinilai layak oleh ahli materi dan ahli media maka selanjutnya dilakukan uji pengguna terbatas yaitu kepada siswa yang dipilih sebagai pengguna dari produk yang telah dikembangkan.
Revisi Produk
Setelah dilakukan uji coba pada pengguna terbatas maka dapat diketahui tanggapan dari siswa sebagai pengguna dan diketahui pula hasil observasi langsung peneliti terhadap pengguna. Hal ini dilakukan untuk membuat produk lebih baik lagi.
Produk Akhir
Setelah mendapatkan media yang sesuai dengan kebutuhan sekolah, maka media telah siap dipakai. Media pembelajaran berbasis game edukasi ini dapat d0igunakan pada saat proses pembelajaran di dalam kelas maupun digunakan siswa mandiri di rumah.

Uji Coba Produk
Uji coba produk merupakan bagian penting dalam penelitian pengembangan yang dilakukan setelah rancangan produk selesai. Uji coba produk dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan tingkat efektifitas, efisiensi, dan atau daya tarik dari produk yang dihasilkan. Biasanya uji produk pengembangan dilakukan dalam dua tahap yaitu uji validasi isi dan uji coba lapangan. 

Desain Uji Coba
Uji coba produk pengembangan menggunakan desain validasi logis dengan tipe validasi isi (content validity). Validisi isi dilakukan oleh para ahli Pemasaran lebih khususnya mata pelajaran Desain Produk degan cara mengisi instrumen berupa angket dan memberi kritik atau saran terhadap produk pengembangan. Hal ini bertujan agar dapat diketahui apakah produk pengembangan layak atau tidak untuk dilakukan validasi selanjutnya yaitu validasi empiris. Menurut Sugiyono (2009: 129) validasi empiris dilakukan dengan cara membandingkan kriteriia yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di lapangan. Namun pada penelitian pengembangan ini tidak dilakukan validitas empiris karena terbatasnya waktu, sehingga hanya sampai validitas isi saja.

Subjek Coba
Subjek coba atau validator pada penelitian pengembangan media berbasis game edukasi merupakan ahli materi mata pelajaran Display Produk, ahli media berbasis game edukasi, serta 40 siswa Jurusan Pemasaran Kelas XI sebagai subjek coba. Ketentuan subjek coba antara lain:

Ahli
Ahli materi yang menjadi validator produk pengembangan merupakan guru produktif pemasaran yang mengajar mata pelajaran Display produk. Kriteria guru diantaranya minimal menempuh pendidikan S1, berpengalaman mengajar materi Display Produk.
Ahli media yang menjadi validator produk pengembangan merupakan dosen yang mengusai bidang media pembelajaran berbasis komputer yang telah berpegalaman dan minimal menempuh pendidikan S2.

Kelompok Eksperimen
Kelompok eksperimen merupakan kelompok siswa yang menggunakan media pengambangan berbasis game edukasi dalam proses pembelajaran.

Jenis Data
Pada dasarnya data yang diperoleh bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa angka yang diperoleh dari angket penilaian produk pengembangan yang disusun dengan skala Likert (skla bertingkat). Data kualitatif berupa tanggapan, kritik dan saran yang dituangkan dalam angket. 

Instrumen Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang yang digunakan untuk mengetahui validitas pengembangan yaitu metode kuesioner atau angket. Sehingga instrumen yang digunakan adalah kuesioner atau angket dengan bentuk chek list (Arikunto, 2006: 151). Angket validasi produk yaitu angket untuk penilaian produk pengembangan media pembelajaran berbasis game edukasi. Angket yang digunakan terdiri dari dua bagian, yaitu kolom chek list meliputi daftar penilaian dan skala penilaiannya serta lembar komentar, tanggapan, kritik dan saran dari validator.

Skala pengukuran pada angket validasi produk pengembangan menggunakan skala likert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang. Variabel penelitian yang diukur dengan skala Likert dijabarkan menjadi indikator variabel yang kemudian dijadikan sebagai titik tolak penyusun item-item instrumen, bisa berbentuk pernyataan atau pertanyaan. Jawaban dari setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis kuantitatif maka jawaban diberi skor (Sugiyono, 2010: 134-135). Kriteria dari masing-masing skala penilaian sebagai berikut:
Angka 4 berarti : sangat tepat/sangat menarik/sangat layak/sangat sesuai
Angka 3 berarti : tepat/menarik/layak/sesuai
Angka 2 berarti : kurang tepat/kurang menarik/kurang layak/kurang sesuai
Angka 1 berarti : tidak tepat/tidak menarik/tidak layak/tidak sesuai

Teknik Analisis Data
Pada tahap akhir validasi, semua item-item data dikumpulkan dan dianalisis untuk melihat hasil dari sebuah penelitian. Lebih lanjut Sugiyono (2011: 335) menjelaskan bahwa “Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawacancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain”.
Terdapat dua jenis data yang digunakan dalam analisis penelitian dan pengembangan ini, yakni data kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kuantitatif menggunakan teknik analisis prosentase dengan rumus sebagai berikut:

P= (∑▒x)/(∑▒x2) x 100%
Keterangan :
P = Prosentase
∑X = Jumlah jawaban seluruh responden dalam satu item
∑X2 = Jumlah jawaban ideal dalam satu item

Tabel 3.1 Kriteria Validitas dalam Pengambilan Keputusan Revisi Produk Media Pembelajaran
Persentase Keterangan
81% - 100% Sangat Valid
61% - 80% Valid
41% - 60% Cukup Valid
21% - 40% Kurang Valid
<20 data-blogger-escaped-br="" data-blogger-escaped-kurang="" data-blogger-escaped-sangat="" data-blogger-escaped-valid="">
Berdasarkan tabel tersebut diatas, apabila hasil analisis validasi telah mencapai ≥70% maka media pembelajaran game edukasi sudah dapat dikatakan layak sebagai bahan bantu ajar. Sedangkan jika hasil analisis validasi ≤79%, maka media pembelajaran game edukasi belum layak untuk digunakan dan harus dilakukan revisi terlebih dahulu.

Analisis hasil post test pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh penggunaan media pembelajaran game edukasi dengan hasil belajar siswa. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui adakah perbedaan hasil belajar siswa antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Adapun hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas konrol
Ha : Ada perbedaan yang signifikan dari hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol